Indonesia pada Masa Orde Baru
Presiden Soeharto menyebut pemerintahannya dengan istilah Orde Baru sebagai pengganti Orde Lama. Sebelum Orde Baru terbentuk berbagai unjuk rasa bermunculan di Indonesia sebagai bentuk protes terhadap kekuasaan Presiden Soekarno. Salah satu aksi yang paling besar adalah Tritura (Tiga Tuntutan Rakyat) tanggal 10 Januari 1966. Aksi ini melibatkan berbagai elemen mulai dari mahasiswa, pelajar, kelompok profesi, dan kelompok kesarjanaan. Tiga tuntutan dalam demonstrasi itu adalah: (1) bubarkan PKI, (2) bersihkan kabinet pemerintahan dari unsur komunis, dan (3) turunkan harga.
Karena situasi politik sedemikian mengkhawatirkan oleh Presiden Soekarno mengadakan restrukturisai anggota kabinet dengan apa yang disebut sebagai Kabinet Dwikora yang disempurnakan sebanyak 100 Menteri. Saat pelantikan tanggal 24 Februari 1966 terjadi insiden penembakan oleh aparat pengawal presiden terhadap mahasiswa Universitas Indonesia yakni Arif Rahman Hakim. Tanggal 26 Februari 1966 Presiden membubarkan aliansi mahasiswa Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI). Selanjutnya pada tanggal 3 Maret 1966 kampus Universitas Indonesia dinyatakan tertutup bagi mahasiswa.
Tanggal 11 Maret 1966 dalam pembicaraan yang cukup panjang dengan tiga periwra AD yakni Brigjend. M Yusuf, Brigjend. Basuki Rahmat, dan Brigjend. Amir Machmud, Presiden Soekarno mengeluarkan sebuh surat perintah. Surat ini berisi perintah presiden kepada Jenderal Soeharto untuk menjaga keamanan beserta hal-hal penting lainnya. Surat perintah itu kemudian dikenal dengan istilah Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret). Soeharto ternyata membuat dua kebijakan yang cukup spektakuler yakni: (1) membubarkan PKI dan ormas-ormas yang berafiliasi dengannya dan (2) menangkap sebanyak 15 orang menteri yang diduga terlibat dalam peristiwa 30 September 1965.
Dalam perjalanannya terjadi perubahan politik yang cukup tajam karena MPR Sementara mengeluarkan Tap MPRS Nomor XIII/MPRS/1966 yang memerintahkan agar Soeharto sebagai pengemban amanat Supersemar untuk membentuk Kabinet Ampera. Sehingga ini mengesankan bahwa sekalipun Soekarno masih sebagai Presiden RI tetapi dalam pelaksanaan sehari-hari dilaksanakan oleh Presidium Kabinet dalam hal ini Soeharto. Dalam perjalanannya MPR Sementara mengeluarkan Ketetapan Nomor XXXIII/MPRS/1967 tanggal 12 Maret 1967 yang berisi tiga hal: (1) Mencabut kekuasaan dari Presiden Soekarno, (2) Melarang Soekarno melalukan kegiatan politik sampai Pemilu mendatang, dan (3) Menetapkan Soeharto sebagai Pejabat Presiden. Bulan Maret 1968 MPR Sementara mengadakan sidang dengan salah satu keputusannya adalah melalui Tap MPRS XLIV/MPRS/1968 menetapkan Soeharto sebagai Presiden RI yang defenitif. Selanjutnya MPRS menetapkan tugas pokok presiden dalam waktu dekat yakni:
1. Menciptakan stabilitas politik dan ekonomi
2. Menyusun Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita)
3. Melaksanakan Pemilu
4. Mengembalikan keamanan dan ketertiban secara penuh dalam hal ini sisa-sisa dari Gerakan 30 September 1965
5. Melanjutkan penyempurnaan dan pembersihan aparatur negara
Kebijakan Politik Dalam Negeri
1. Penyederhanaan Partai Politik melalui fusi partai politik yang hanya menjadi 3 kekuatan dan ini mulai diberlakukan saat pelaksanaan Pemilu ketiga tahun 1977. Tiga kekuatan politik tersebut adalah:
- Kelompok Islam difusikan menjadi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang merupakan gabungan dari Partai Parmusi, NU, Perti, dan PSII.
- Kelompok Nasionalis difusikan menjadi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang merupakan gabungan dari Partai PNI, Parkindo, Partai Katholik, IPKI, dan Murba.
- Kelompok kekaryaan yakni Golongan Karya (Golkar) yang merupakan gabungan dari kelompok profesi semisal petani, nelayan, buruh, seniman, pers, dan kepemudaan.
2. Pemberlakukan Azas Tunggal Pancasila untuk mendorong kesamaan ideologis warga negara baik sebagai individu maupun kelompok dan ini diperkuat dengan adanya kegiatan penataran P4 (Pedoman Penghayatan dam Pengamalan Pancasila.
3. Pemberlakuan Normalisasi Kehidupan Kampus/ Badan Koordinasi Kehidupan Kampus (NKK/BKK) yang ingin mengembalikan posisi mahasiswa hanya murni sebagai kaum intelektual dengan keilmuannya yang tidak menyentuh ranah politik di negera.
4. Penguatan peran ABRI dalam pemerintahan baik militer maupun sipil
5. Pembreidelan beberapa media massa yang dianggap kritis terhadap pemerintah seperti Tempo, Detik, Editor, Monitor, dan beberapa media yang dikelola mahasiswa.
6. Pembentukan Komando Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib)
Kebijakan Politik Luar Negeri
1. Indonesia kembali menjadi anggota PBB tahun 1966
2. Menata hubungan diplomatik dengan negara Malaysia yang sebelumnya sempat terputus
3. Ikut mempelopori berdirinya organisasi negara Asia Tenggara yakni Association of South East Asian Nation (ASEAN) tanggal 8 Agustus 1967 melalui Deklarasi Bangkok.
4. Penguatan prinsip politik luar negeri Bebas-Aktif
5. Memperbaiki hubungan luar negeri dengan negara Barat terutama Amerika Serikat
Beberapa Kebijakan Ekonomi
1. Menerima pinjaman lunak dari negara kreditor dalam perbaikan ekonomi yang tergabung dalam International Govermental Group on Indonesia (IGGI) tahun 1967.
2. Penundaan hutang luar negeri Indonesia dan penguatan ekonomi melalui lembaga donor seperti IDA, ADB, dan juga Bank Dunia
3. Menarik investor asing melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).
4. Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) yang sempat berjalan hingga 6 kali yaitu:
- Repelita I (1969-1974)
- Repelita II (1974-1979)
- Repelita III (1979-1984)
- Repelita IV (1984-1989)
- Repelita V (1989-1994)
- Repelita VI (1994-tidak selesai akibat peristiwa reformasi 1998)
5. Kerjasama dengan lembaga moneter dunia IMF
6. Pengembangan pertanian meliputi ekstensifikasi, intensifikasi, diversifikasi, modernisasi, dan rehabilitasi termasuk melalui Program Panca Usaha Tani yang meliputi pemilihan bibit unggul, pengolahan tanah, pemupukan, irigasi, dan pemberantasan hama.
Kejatuhan Orde Baru
Orde Baru yang berlangsung puluhan tahun harus berakhir pada tanggal 21 Mei 1998 ketika Soeharto menyatakan diri mundur dari jabatan Presiden dan digantikan oleh Wakilnya B. J. Habibie. Setidaknya ada lima hal penting yang kemudian menjadi kritik besar rakyat terhadap pemerintahan ini yaitu: (1) Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang berkembang luas, (2) ketidakadilan hukum, (3) Dwi Fungsi ABRI yang ditekankan sebagai kelompok dinamisator dan stabilisator dalam politik sehingga tidak hanya mengurusi pertahanan tetapi juga jabatan sipil, (4) adanya kesenjangan sosial yang tajam di tengah masyarakat, dan (5) pemerintahan yang dinilai jauh dari prinsip-prisip demokrasi.
Jatuhnya Orde Baru ditandai dengan munculnya krisis politik, juga ekonomi dan krisis sosial. Krisis politik ditandai dengan kemenangan Golkar untuk keenam kalinya pada Pemilu 1997. Kemenangan ini banyak menuai kritik karena selalu sarat dengan permainan politik dari pemerintah. Apalagi sebelumnya telah terjadi konflik di tubuh partai politik yakni Partai Demokrasi Indonesia (PDI) tahun 1996. Dalam hal ini pemerintah telah ikut campur dalam urusan internal PDI dengan mendukung kubu Suryadi untuk melawan kubu Megawati. Adapun krisis ekonomi diwarnai dengan kenaikan harga kebutuhan pokok, tidak sekedar mahal tetapi juga langkah. Krisis ekonomi disusul dengan anjloknya mata uang Rupiah terhadap dolar hingga mencapai Rp. 18.000. Menjelang kejatuhan Orde Baru telah terjadi beberapa konflik horizontal di masyarakat yang berbau SARA.
Tiga krisis ini kemudian memunculkan gelombang aksi massa menuntut agar Orde Baru bisa berakhir. Salah satu unjuk rasa itu adalah aksi mahasiswa Universitas Trisakti yang menelan korban jiwa yakni Heri Hartanto, Elang Mulya Lesmana, Hendriawan Sie, Hafidin Royan, dan Alan Mulyadi. Peristiwa ini memunculkan solidaritas mahasiswa seluruh Indonesia. Agenda reformasi semakin menguat dengan enam tuntutan: (1) adili Soeharto dan kroni-kroninya, (2) pemisahan dwi fungsi ABRI, (3) amandemen UUD 1945, (4) tegakkan supremasi hukum, (5) kebebasan pers, (6) laksanakan otonomi daerah, dan (7) berantas KKN. Tanggal 21 Mei 1998 Soeharto secara resmi mundur dari jabatannya dan ini menjadi awal dari masuknya Orde Reformasi.