Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

 Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Proklamasi kemerdekaan Indonesia tidak lepas dari sejarah menyerahnya Jepang kepada Sekutu terutama Amerika Serikat. Menjelang tahun 1945 kekalahan Jepang dalam perang dunia kedua kian tampak. Puncaknya Amerika Serikat menyerang Jepang dengan menjatuhkan bom atom di kota Hiroshima tanggal 6 Agustus 1945 dan kota Nagasaki tanggal 9 Agustus 1945 yang akhirnya membuat Jepang menyerah tanpa syarat pada tanggal 15 Agustus 1945. Kekalahan Jepang atas Sekutu ini menimbulkan reaksi di tengah masyarakat Indonesia. Terutama kalangan Pemuda yang menginginkan kemerdekaan segera diproklamirkan tanpa harus menunggu komando dari Jepang. Hanya saja kalangan tua masih tetap bertahan dengan upaya yang selama ini sudah dilakukan mulai dari pembentukan BPUPKI hingga PPKI.

Para pemuda kemudian berinisiatif untuk mendesak Bung Karno sebagai ketua PPKI agar segera membacakan proklamasi kemerdekaan. Melalui sebuah rapat di gedung Bakteriologi di Pegangsaan Timur yang dihadiri antara lain Chaerul Saleh, Djohan Nur, Kusnandar, Subadio, Margono, Wikana, dan Alamsyah. Rapat dipimpin oleh Chaerul Saleh. Dalam rapat itu mereka bersepakat untuk mengutus Wikana dan Darwis untuk mendesak Soekarno mau membacakan proklamasi kemerdekaan Indonesia akan tetapi mengalami kegagalan. Setelah gagal mereka kembali mengadakan rapat dengan keputusan mereka akan mengamankan Bung Karno ke Rengasdengklok di Subang, Jawa Barat. Tujuannya agar bisa menghindari pengaruh Jepang. Proses ini dikawal ketat pasukan PETA hingga selesainya tanggal 16 Agustus 1945. Proses di Rengasdengklok tergolong alot karena Bung Karno masih tetap pada pendiriannya, sementara di Jakarta golongan tua Achmad Soebardjo dan golongan muda Wikana sudah sepakat akan mengadakan upacara proklamasi kemerdekaan. Achmad Soebardjo pun berangkat ke Rengasdengklok dan memberikan jaminan bahwa ketika nanti di Jakarta Soekarno akan membacakan proklamasi kemerdekaan.

Perumusan Teks Proklamasi:

Melalui proses yang alot akhirnya salah seorang perwira Jepang Laksamana Maeda bersedia menjadikan rumahnya sebagai tempat perumusan teks proklamasi. Di rumah itu hadir para anggota PPKI, tokoh pemuda, dan beberapa anggota Chuo Sangi In yang jumlah mereka sekitar 40-50 orang. Perumusan teks proklamasi dilakukan oleh Soekarno, Hatta, dan Achmad Soebardjo yang disaksikan oleh Soekarni, B.M Diah, dan Sayuti Melik.

Setelah teks proklamasi dibuat, kembali timbul diskusi mengenai siapa yang akan menandatangani teks tersebut. Soekarno meminta agar semua yang hadir ikut menandatangani. Ide ini ditolak oleh pemuda khawatir sebagian nantinya yang hadir adalah kolaborator Jepang. Soekarni mengusulkan agar yang mendatangani teks proklamasi adalah Soekarno dan Mohammad Hatta saja. Usul ini akhirnya diterima untuk selanjutnya diketik oleh Sayuti Melik sebagai naskah proklamasi yang otentik (resmi). Hanya saja sebelum diketik, ada perubahan kata dan kalimat dari draf yang ditulis tangan yakni:

1.      Kata “Hal2” diubah menjadi “Hal-hal”

2.      Kata “tempoh” diubah menjadi “tempo”

3.      Kalimat “Djakarta, 17-8-‘05” diubah menjadi “Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05”

4.      Kalimat “Wakil2 bangsa Indonesia” diubah menjadi “Atas nama bangsa Indonesia”

Masalah berikutnya adalah tempat dibacakannya proklamasi kemerdekaan. Soekarni mengusulkan agar dibacakan di lapangan Ikatan Atletik Djakarta (IKADA) saja. Usul ini ditolak Bung Karno dengan alasan keamanan dan menghindari potensi bentrok dengan militer Jepang. Bung Karno mengajukan usul agar dilaksanakan di rumahnya saja yang berada di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56 Jakarta dan ternyata disetujui. Proklamasi dibacakan tepat pada pukul 10.00 pagi yang juga dihadiri oleh sejumlah tokoh. Untuk keamanan dipercayakan kepada pasukan PETA dibawah komando Sudanco Latief untuk berjaga-jaga.

Dalam membacakan teks proklamasi 17 Agustus 1945 Soekarno didampingi oleh Mohammad Hatta. Upacara ini juga dilanjutkan dengan pengibaran bendera merah putih yang sebelumnya sudah dijahit oleh istri Bung Karno yakni Fatmawati. Bertindak sebagai pengibar bender yakni Latief Hendradiningrat, dan Suhud yang dibawa oleh S.K. Trimurti.

Berita Proklamasi:

Setelah pembacaan teks proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 pada pukul 10.00 WIB dan masyarakat maupun tokoh dipersilahkan untuk menyampaikannya secara luas. Semisal Teuku Mohammad Hasan menyampaikan berita proklamasi ke wilayah pulau Sumatera, Sam Ratoelangi ke wilayah Sulawesi, Pangeran Mohammad Noer ke wilayah Kalimantan, dan I Goesti Ketoet Pudja ke wilayah Sunda Kecil (Bali, NTB, NTT). Selain itu oleh aktivis kemerdekaan langsung meneruskan berita ini ke radio Domei milik Jepang secara diam-diam melalui Kepala Bagiannya yakni Waidan B. Panelewen. Ia kemudian memerintahkan markonis radio Domei bernama F. Wuz untuk menyiarkan berita proklamasi hingga pukul 16.00 secara terus menerus. Jepang yang mengetahui berita ini akhirnya secara sepihak membuat berita tandingan yang mengatakan bahwa berita tersebut adalah kekeliruan. Tindakan militer Jepang itu menimbulkan kemarahan berbagai pihak sehingga pada tanggal 20 Agustus 1945 radio Domei disegel. Massa yang menyegel bertindak lebih reaktif dengan mengambil beberapa peralatan penting radio untuk kemudian dibuat pemancar baru di Jalan Menteng No. 31. Beberapa saluran lain untuk menyampaikan berita proklamasi yakni:

1.      Informasi dari mulut ke mulut masyarakat

2.      Penerbitan surat kabar semisal Tjahaja yang terbit di Bandung dan Soeara Asia yang terbit di Surabaya.

3.      Selebaran

4.      Coretan di tembok dan gerbong kereta api

5.      Spanduk dan poster

Tanggal 19 Agustus 1945 Sultan Yogyakarta Sri Sultan HB X memberikan ucapan selamat kepada Bung Karno dan Bung Hatta atas usaha keduanya memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 5 September 1945 Sultan secara resmi menyatakan sikap yakni: (1) Bahwa Negeri Ngayogyakarta Hadiningrat bersifat kerajaan dan merupakan daerah istimewa dari negara Indonesia, (2) Sri Sultan sebagai Kepala daerah dan memegang kekuasaan atas negeri Ngayogyakarta, dan (3) Hubungan antara negeri Ngayogyakarta Hadiningrat dengan pemerintah pusat negara RI bersifat langsung. Sultan selaku kepala daerah istimewa bertanggung jawab kepada presiden. Selanjutnya pada tanggal 19 September 1945 masyarakat mengadakan rapat umum di lapangan IKADA Jakarta yang dihadiri oleh Soekarno dan Mohammad Hatta. Bung Karno meminta rakyat memberikan dukungan kepada pemerintah Indonesia.

Gejolak masyarakat untuk mendukung kemerdekaan ternyata berlangsung juga di daerah-daerah. Reaksi mereka mendapatkan pertentangan dari Sekutu yang masuk ke Indonesia. Di Belakang Sekutu ternyata ada Belanda yang ingin berkuasa kembali. Beberapa peristiwa daerah tersebut antara lain: Perang Surabaya, Bandung Lautan Api, Perang Medan Area, Pallagan Ambarawa, Puputan Margarana, Peristiwa Merah Putih di Manado, dan Pertempuran Lima Hari Lima Malam di Palembang.

Dalam menghadapi Sekutu dan Belanda, bangsa Indonesia memiliki dua corak perjuangan yakni mengangkat senjata dan pendekatan diplomasi yang keduanya memiliki alasan masing-masing.

Alasan Mengangkat Senjata:

1.      Tidak ada pilihan lain selain melalui pertempuran

2.      Bukti nyata jiwa patriotisme dan rela berkorban

3.      Lebih cepat menyerap opini dunia Internasional

4.      Sistem diplomasi dianggap terlalu lambat

 

Alasan Melalui Upaya Diplomasi:

1.      Tidak seimbangnya persenjataan yang dimiliki

2.      Mencegah meluasnya jumlah korban jiwa

3.      Sebagai upaya konsolidasi kekuatan perjuangan

4.      Jalan untuk memproleh dukungan dunia Internasional

Perjanjian-Perjanjian:

1.      Perundingan Linggarjati, berlangsung di Subang, Jawa Barat 10-15 November 1946 dan disahkan pada 25 Maret 1947 dengan isi perjanjian:

-          Belanda hanya mengakui RI secara de facto yang meliputi Jawa, Madura dan Sumatera.

-          Dibentuknya Negara Republik Indonesia Serikat (RIS) yang di dalamnya ada Republik Indonesia.

-          Akan dibentuk Uni Indonesia-Belanda yang dikepalai oleh Ratu Wihelmina.

2.      Perundingan Renville, muncul karena Belanda tidak menepati isi perjanjian Linggarjati yang memunculkan Agresi Militer Belanda I tahun 1947 di beberapa kota di Pulau Jawa dan Sumatera. Tindakan Belanda ini dikecam oleh dunia Internasional yang melahirkan Komisi Tiga Negara (KTN) yang terdiri dari Australia, Belgia, dan Amerika Serikat untuk menyelesaikan persoalan Indonesia-Belanda. Perjanjian dilaksanakan di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta di atas kapal USS Renville 17 Januari 1948 dengan isi perjanjian:

-          Belanda tetap berdaulat sampai terbentuknya RIS

-          RI dan Belanda memiliki kedudukan yang sejajar

-          RI menjadi bagian dari RIS dan diadakan Pemilu untuk membentuk Konstituante RIS

-          Tentara Indoensia di daerah Belanda atau daerah kantong harus dipindahkan ke wilayah RI.

3.      Perundingan Roem-Royen

Isi Perundingan Renville ternyata tidak ditepati oleh Belanda yang memunculkan Agresi Militer Belanda II tahun 1948. Kondisi ini memperburuk keadaan karena Belanda melakukan pendudukan Yogyakarta dan tokoh-tokoh negara ditangkap semisal Bung Karno, Bung Hatta, dan H. Agus Salim. Dalam waktu singkat sebelum ditangkap Bung Karno sempat mengkonsolidasikan kekuatan yang ada dengan membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang berpusat di Bukittinggi diketuai oleh Mr. Syafruddin Prawiranegara. Jika PDRI gagal juga akan direncanakan pemerintahan pengasingan di India. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Mr. Mohammad Roem dan delegasi Belanda dipimpin oleh J. H. Van Royen. Sementara sebagai mediator adalah pihak United Nations Commission for Indonesia (UNCI) yang dibentuk oleh PBB dibawah pimpinan Merle Cohran dengan hasil sebagai berikut:

-          Melakukan gencatan senjata antara Indonesia dan Belanda untuk bersama-sama menjaga ketertiban dan keamanan.

-          Pemerintahan Indonesia dikembalikan ke Yogyakarta

4.      Konferensi Meja Bundar (KMB)

Sebelum KMB terlebih dahulu dilakasanakan Konferensi Inter-Indonesia yang dihadiri oleh RI dan negara-negara boneka buatan Belanda. Setelah pelaksanaan konferensi, diadakan KMB yang dianggap sebagai akhir dari upaya bangsa Indonesia dalam perjuangan kemerdekaan jalur diplomasi. KMB ditandatangai tanggal 27 Desember 1949. Isi perjanjian KMB adalah:

-          Belanda mengakui kedaulatan Indonesia paling lambat 30 Desember 1949

-          Indonesia berbentuk negara serikat dan bagian dari Uni Indonesia-Belanda.

-          Uni Indonesia-Belanda dipimpin oleh Ratu Belanda Wihelmina

-          Permasalahan Irian Barat akan diselesaikan setahun setelah pelaksanaan KMB.

DZIKIR & KEHAMPAAN

 When we understand quantum physics, at the atomic level, there is empty space between the nucleus and the electrons.  And... Our bodies are...